Maslow’s Hierarchy of Needs[1]
Abraham H. Maslow meyakini bahwa sebuah hierarki kebutuhan dasar manusia yang
perlu dipenuhi secara berurutan. Teori ini biasanya digambarkan dengan sebuah
piramida. Kebutuhan di piramida paling dasar harus dapat dipenuhi terlebih
dahulu untuk dapat memiliki keinginan memenuhi kebutuhan di tingkatan atasnya.
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan pertama akan mendominasi perilaku seseorang
hingga kebutuhan itu dapat terpenuhi kemudian kebutuhan kedua, ketiga, dan
seterusnya.
Gambar 1. Hierarcy Maslow
Pemenuhan kebutuhan disini tidak berarti seseorang harus mencapai kebutuhan
fisiologis 100%baru bisa memenuhi kebutuhan akan rasa aman. Akan tetapi setiap
orang dapat memiliki derajat kepuasan yang berbeda beda. Sebagai ilustrasi,
secara kasar, mungkin rata-rata suatu penduduk telah dapat memenuhi
physiological needs 85%, 70% safety needs, 50% belonging and
love needs , 40% self-esteem needs, dan 10% self-actualization
needs. [2]
Clayton Alderter – ERG Theory[1]
Seorang psikologin, Clayton Arder mencoba untuk menyederhakan teori kebutuhan
Maslow dengan teori ERG-nya. Kedua teori ini mengamati suatu kebutuhan sebagai
kekuatan motivasi dibalik tingkah laku seseorang. Seseorang termotivasi untuk
melakukan sesuatu dengan kebutuhan yang berbeda-beda, Alder mengidentifikasinya
menjadi tiga bagian:
a. Existence Needs, yang membantu kita agar secara fisik baik
b. Relatedness Needs, kebutuhan relasi sosial
c. Growth Needs, kebutuhan personal untuk berkembang
Perbedaan mendasar dari teori ini disbanding Maslow adalah bahwa Alderfer
menyatakan bahwa seseorang dapat berpindah di antara hierarcy sesuai dengan
kebutuhannya. Seseorang mungkin dapat memenuhi kebutuhan akan relatedness atau
social needs meskipun ia dalam keadaan lapar atau lelah. Seseorang mungkin juga
dapat menikmati belajar mandiri secara otodidak meskipun ia merasa kesepian.
Alderfer juga memberikan pendapat bahwa seseorang dapat kembali ke kebutuhan
yang lebih rendah. Jika seseorang merasa gagal untuk mencapai kebutuhan yang
lebih tinggi terkadang dia kembali untuk mencari kebutuhan di level yang lebih
rendah sekalipun sebelumnya kebutuhan ini telah terpenuhi. Seseorang dapat makan
dan minum sekenyang-kenyangnya atau bekerja keras mencari uang sebagai
kompensasi ketika ia tidak mampu memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Teori Kebutuhan terhadap Tingkah Laku Manusia
Dalam suatu lingkungan belajar seperti di sekolah atau universitas, pengakuan
terhadap prestasi pelajar dan feedback positif membantu terpenuhinya kebutuhan
Maslow akan
recognition dan
self-actualization dan kebutuhan
Alderfer akan
personal growth. Proses belajar itu sendiri bagi seseorang
dapat digunakan sebagai suatu proses pemenuhan akan kebutuhan Maslow
self-actualization dan Alderfer
personal growth. Sementara
interaksi social yang terjadi selama proses belajar antara guru dan mahasiswa
maupun antar mahasiswa itu sendiri dapat memenuhi kebutuhan Maslow
social
needs dan Alderfer
relationship needs. Sementara untuk
mengoptimalisasi proses belajar mengajar sehingga kebutuhan di atas dapat
terpenuhi dengan baik, maka diperlukan suatu kondisi lingkungan belajar sehingga
kebutuhan fisik dan psikologis mahasiswa dapat terpenuhi.
Apakah ketika kebutuhan paling puncak telah terpenuhi maka seseorang dapat
dikatakan bahagia? Dalam praktiknya di lapangan kita sering menemukan berbagai
kasus yang belum dapat dijelaskan oleh teori kebutuhan ini. Fenomena yang
beberapa tahun silam marak di negeri Korea yaitu artis yang bunuh diri, mungkin
kasus ini tidak hanya terjadi di Korea tetapi di belahan bumi lainnya. Padahal
kalau kita amati seorang artis telah sampai pada tahap aktualisasi diri mereka
dengan menyalurkan hobi mereka dengan bernyanyi atau bermain film. Mereka juga
memiliki rumah yang mewah, wajah yang indah (bahkan terkadang harus sampai
dilakukan operasi plastik) artinya kebutuhan akan rasa percaya diri telah
terpenuhi, penggemar yang banyak dan terus memberikan pujian di seluruh dunia,
uang yang banyak, rasa aman. Namun, ternyata itu semua tidak cukup untuk membuat
mereka bahagia.
Bandingkan dengan kondisi di Indonesia. Indonesia telah dikenal sebagai salah
satu negara yang memiliki devisa yang rendah dan banyak terdapat pemukimam
kumuh, tindak kriminalitas yang tinggi, kemacetan, banjir, dan berbagai fenomena
yang ada. Secara nyata pada suatu pemukiman kumuh mereka masih jauh dari cukup
untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya: rumah yang tidak layak huni, kelaparan,
upah jauh di bawah UMR, ketakutan akan digusur setiap saat. Namun, kita melihat
di sela-sela pemukimam kumuh itu masih bisa kita lihat anak-anak yang tertawa
dengan riang meskipun terkadang mereka harus bekerja keras. Hiburan rakyat
seperti orkes dangdut, layar tancap, menjadi pengajar ngaji anak-anak atau
perlombaan 17 Agustus seakan menjadi suatu hiburan tersendiri sehingga mereka
dapat merasa bahagia. Bahkan dalam suatu survey menyebutkan bahwa warga
Indonesia memiliki tingkat kebahagian tertinggi di dunia [3].
Teori Kebutuhan dan Dunia Kerja
Bekerja pada dasarnya merupakan cara yang ditempuh untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia terkait kebutuhan fisiologis Maslow sehingga kebutuhan keluarganya
dapat terpenuhi. Degan bekerja seseorang akan medapatkan uang yang digunakan
untuk melengkapi kebutuhan hidup sehari-harinya. Ketika uang yang diterimanya
lancar maka orang tersebut baru dapat berupaya untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
Kebutuhan rasa aman akan terpenuhi dengan bekerja secara halal dan tidak
melanggar peraturan yang ada. Jika tidak perasaan bersalah akan terus
menghantuinya setiap saat. Ketika seseorang telah merasa nyaman karena kebutuhan
gaji bulanannya terpenuhi dan lingkungan tempat kerjanya yang baik, maka ia
mencintai pekerjaannya itu. Sampai tahap ini menjadi langkah awal bagi seseorang
untuk mulai loyal terhadap bidang pekerjaan dan perusahaan tempat ia bekera.
Maka tahapan selanjutnya mulai timbul rasa bangga akan pekerjaan yang
dijalaninya sehingga ia tidak akan malu ketika orang lain bertanya tentang
dimana ia tinggal. Tahapan yang paling tinggi adalah ketika ia mampu memberikan
terobosan baru terhadap pekerjaan yang ia tekuni sehingga kebutuhan akan
aktualisasi diri akan terpenuhi sehingga kemampuannya akan diakui oleh orang
disekitarnya. Ketika tahapan ini berjalan dengan baik maka karier yang ia miliki
pada pekerjaannya akan berjalan dengan baik dan jabatan akan dengan mudah ia
raih.
Namun berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa ini sifatnya
adalah tidak mutlak. Tidak semua direktur nyaman dengan kehidupannya dan
sebaliknya tidak semua
cleaning service merasa menderita dengan
kehidupannya. Ada faktor penting lainnya yang ternyata memberikan peran yang
cukup signifikan sebagai kebutuhan dasar bagi seseorang: Kebutuhan Spiritual
[4]. Kebutuhan ini dapat menjadi dasar bagi kebutuhan yang lainnya. Ketika
kebutuhan ini terpenuhi maka dapat menambal kebutuhan dasar lainnya. Kebahagian
menjadi suatu keniscayaan untuk dicapai. Seseorang mampu bertahan dalam situasi
sesulit apapun dan bersyukur ketika memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan
diri. Dan hal ini menjadi salah satu kunci penting untuk dapat berhasil di dunia
kerja nantinya, apapun jabatan yang dimiliki.
-Selesai-
Referensi
[1] |
J. K. Williams, "Maslow’s Hierarchy of Needs and Alderfer’s ERG Theory,"
2003. |
[2] |
H. A. Maslow, "A Theory of Human Motivation," Psychological Review,
no. 50, pp. 370-396, 1943. |
[3] |
A. Putri, "Survey: Warga Indonesia Paling Bahagia di Dunia," 13 February
2012. [Online]. Available:
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/13/121383624/Survei-Warga-Indonesia-Paling-Bahagia-di-Dunia.
[Accessed 11 May 2012]. |
[4] |
G. Prayoga, "Menggugat Teori Kebutuhan Maslow," [Online]. Available:
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/04/06/menggugat-teori-kebutuhan-maslow/.
[Accessed 11 May 2012]. |
[5] |
D. T. Kenrick, V. Griskevicius, S. L. Neuberg and M. Schaller, "Renovating
the Pyramid of Needs : Contemporary Extensions Built Upon Ancient Foundations,"
Perspectives on Psychological Science, no. 5, p. 292, 2010. |